Jumat, 15 Maret 2013

Islami versus Islamisne dan Arabisme

Islami versus Islamisne dan Arabisme ISLAM sebagai dien sering diidentikkan dengan agama (religion). Secara filosofis pandangan tersebut sering bias yang berkonotasi Islamisme Arabisme Islam sebagai Tuntutan Hidup yang bersumberkan wahyu Tuhan yang bersifat absolut (The Revelation Theory). Kebenaran tersebut diterima manusia melalui perantara Nabi (manusia) pilihan. Sebagai tuntutan hidup manusia, wahyu disampaikan Nabi dan Rosul di samping berdimensi meta empiris juga empiris yang sering menggunakan idiom lokal. Idiom-idiom tersebut kemudian direkam oleh para sahabat. Ketika para sahabat menyampaikan hal tersebut kepada umat, maka dimensi meta empiris tersebut menjadi empiris dan rasional, karena sudah termasuk pada pemikiran wahyu. Pemikiran tentang wahyu kemudian menjadi tidak absolut lagi. Karena tidak absolut, maka pemikiran sahabat tersebut tidak tunggal. Ketidak tunggalan pemikiran ini kemudian menjadi khasanah akal sehingga menjadi rahmat jika tidak dihinggapi napsu. Islam sebagai agama di dalamnya ada yang bersifat empiris dan meta empiris, rasional intuitif bahkan objektif partisifatif. Ketiga dimensi tersebut berkembang dalam wacana yang ideal sehingga kemudian pemikiran tentang wahyu menjadi beranekaragam. Keanekaragaman inilah kemudian berjalan terus sehingga laksana ayunan bandul jam sehingga kemudian Islam tidak hanya berdimensi agama (religion) tapi civilization (peradaban). Peradaban (civilization) dalam pengertian Raucek dan Warren merupakan tingkatan perkembangan kompleksitas kebudayaan yang dicapai suatu masyarakat. Kompleksitas tersebut kemudian melembaga dalam komunikasi lisan dan tulisan yang memungkinkan berakumulasi ke tingkat yang lebih besar dan meluas. Kompleksitas Islam berkembang terus, sehingga ketika ayunan bandul tersebut sampai ke daratan di luar Arab dan bersinergi dengan budaya lokal terjadilah islamisasi yang berbeda dengan Arabisme dan Islamisme. Arabisme dan Islamisme muncul ke permukaan setelah Islam bersinerggi dengan budaya lokal di luar jazirah Arab termasuk Eropa (Barat). Arabisme muncul melalui kebencian orang kristen di Cordoba ketika mereka melihat orang Cordoba yang Kristen menggunakan simbol-simbol Arab karena keterkaitannya terhadap sastra Arab, mengadopsi perilaku Arab tanpa mereka masuk Islam. Islamisme merupakan perwujudan pembaharuan pemikiran politik Islam dalam usaha mempersatukan umat Islam di seluruh dunia Islam. Paham ini kemudian mendapatkan kerangka ideologis dan teologis dari Muh. Abduh sebagai murid Al-Afghani. Islamisme sebagai kerangka politik untuk kasus Indonesia muncul setelah datangnya Belanda ke Indonesia. Kedatangan Belanda ke Indonesia ternyata tidak semata-mata ekonomis, tapi cenderung politis dan ideologis dan ini dibuktikan dengan adanya misionaris dan zending, bahkan dengan datangnya Snevlitt dan ISDVnya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ketika Kristen datang dan bersinergi dengan budaya lokal tidak muncul jargon Eropanisme dan Kristenisme? Islamisme sebagai pengejawantahan dari warisan modernisme klasik, mendapat angin yang subur tatkala perang kemerdekaan, di mana pada saat itu konflik ideologi berkembang setelah munculnya Marxisme dan Sosialisme di Indonesia. Syarikat Islam (SI) saat itu terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih. SI Putih kemudian menjadi Partai Syarikat Islam (PSI) dan SI Merah menjadi Syarikat Rakyat. Dengan fahamnya itu kemudian komunis berhasil melakukan pemberontakan di Banten pada tahun 1926 dan Minangkabau pada tahun 1927. Konflik ideologi semakin merebak tatkala muncul reorganisasi MIAI menjadi Masyumi. Kegagalan Islam ideologi dan politik terekam dengan jelas paska proklamasi. Kekecewaan kelompok ideologi dalam masyarakat disemai tatkala Indonesia sebagai negara baru harus berhadapan dengan Belanda sehingga kekalahan di bidang diplomatik pemimpin nasional dimanfaatkan oleh kelompok ideologi untuk menyatakan ketidaksetiaan ke NKRI. Memasuki Orde Baru kekalahan Islam Politik terus menukik sehingga kemudian generasi muda mencoba menginterpretasikan sejarahnya dengan ide pembaharuan yang tersohor dengan jargon “Islam Yes Partai Islam No.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar